PENTINGNYA MANAJEMEN K3 BAGI PERUSAHAAN (1)

PENTINGNYA MANAJEMEN K-3 DALAM MENDUKUNG TERWUJUDNYA LINGKUNGAN PERUSAHAAN YANG BERSIH, SEHAT, DAN AMAN

 LATAR BELAKANG

Derajat kesehatan dan keselamatan yang tinggi di tempat kerja merupakan hak pekerja yang wajib dipenuhi oleh perusahaan disamping hak-hak normatif lainnya. Perusahaan hendaknya sadar dan mengerti bahwa pekerja bukanlah sebuah sumber daya yang terus-menerus dimanfaatkan melainkan sebagai makhluk sosial yang harus dijaga dan diperhatikan mengingat banyaknya faktor dan resiko bahaya yang ada di tempat kerja.

Melihat fakta-fakta yang ada di lapangan, kita semua tentu merasa perihatin. Bambang Endriyono, dosen Fakultas Teknik Sipil Universitas Negeri Semarang dalam penelitiannya menyebutkan bahwa angka kecelakaan kerja di Indonesia masih termasuk buruk. Pada tahun 2004 saja, lebih dari seribu tujuh ratus pekerja meninggal di tempat kerja. Menurut Juan Somavia, Dirjen ILO, industri konstruksi termasuk paling rentan kecelakaan, diikuti dengan anufaktur makanan dan minuman (Kompas, 1/05/04). Tidak saja di negara-negara berkembang, di negara maju sekalipun kecelakaan kerja konstruksi masih memerlukan perhatian serius. Penelitian yang dilakukan oleh Duff (1998) dan Alves Diaz (1995) menyatakan hasil analisa statistik dari beberapa negara-negara menunjukkan peristiwa tingkat kecelakaan fatal pada proyek konstruksi adalah lebih tinggi dibanding rata-rata untuk semua industri, dalam Suraji (2000).

Selain perusahaan, pemerintah pun turut bertanggungjawab untuk melindungi kesehatan dan keselamatan kerja. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dengan mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang yang mengatur tentang K3 yaitu UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), Permenaker No.05/Men/1996 tentang Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3).

Di dalam pasal 87 (1): UU No.13 Th 2003 Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa setiap perusahaan wajib menetapkan sistem manajemen K3 yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. Pada pasal 3 ayat 1 dan 2 dinyatakan bahwa setiap perusahaan yang memperkerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih dan atau mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan, kebakaran, pencemaran lingkungan dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan sistem manajemen K3. Dengan demikian kewajiban penerapan SMK3 didasarkan pada dua hal yaitu ukuran besarnya perusahaan dan tingkat potensi bahaya yang ditimbulkan.

Untuk menjawab tantangan di era pasar global ini tidak ada pilihan lain bagi setiap organisasi untuk mengintegrasikan sistem manajemen mutu maupun manajemen K3 menjadi kebijakan strategis perusahaan. Hal ini harus dilakukan oleh manajemen sebagai bentuk komitmen perusahaan untuk memenuhi kepuasan pelanggan. Dengan harapan bahwa pelanggan akan memberikan kepercayaan untuk terus berpartisipasi dalam mengerjakan proyek-proyek yang sudah direncanakan oleh pelanggan sebagai pemilik proyek. Selama pelaksanaan pekerjaan pada suatu proyek, manajemen perusahaan secara terus-menerus mendorong kepada personil lapangan untuk menciptakan lingkungan kerja yang bersih, sehat, dan aman (safe) sehingga pekerja bisa merasa nyaman dan focus dalam menyelesaikan pekerjaan. Kondisi lingkungan kerja yang bersih tentu akan menciptakan lingkungan yang sehat bagi pekerja dan menajemen risiko yang baik akan sangat membantu tercapainya tujuan-tujuan dan target-target kerja yang ditetapkan oleh pimpinan.

 

  1. TUJUAN DAN SASARAN

Tujuan dan sasaran yang termuat dalam SMK3 ini adalah:

  1. Menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
  2. Terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

 

  1. PEMBAHASAN
    • Peraturan dan Undang-Undang Terkait Dengan Sistem Manajemen K3

Secara historis, keselamatan kerja telah banyak diperhatikan sejak zaman dahulu. Hammurabi, raja Babilonia pada tahun 2040 SM telah membuat dan memberlakukan suatu

peraturan bangunan yang dikenal sebagai The Code of Hammurabi. Beberapa pasal dalam

peraturan tersebut antara lain: (a) apabila seseorang membuat bangunan dan bangunan

tersebut runtuh sehingga menimbulkan korban jiwa maka pembuat bangunan tersebut harus

dihukum mati dan (b) apabila bangunan yang dibuat runtuh dan menimbulkan kerusakan pada hak milik orang lain maka pembuat bangunan harus mengganti semua kerusakan yang ditimbulkannya. Jadi aspek keamanan telah menjadi persyaratan utama yang mutlak harus dipenuhi sejak zaman dahulu kala, Suhendro (2003).

Konstruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun prasarana. Dalam sebuah bidang arsitektur atau teknik sipil, sebuah konstruksi juga dikenal sebagai bangunan atau satuaninfrastruktur pada sebuah area atau pada beberapa area.
Pelaksanaan pekerjaan konstruksi terutama di bidang pekerjaan umum merupakan kegiatan konstruksi yang spesifik dan komplek sehingga memerlukan sumber daya yang besar, melibatkan tenaga kerja yang banyak dan peralatan berat yang tidak sedikit. Hal ini tentu tidak terlepas dari peluang-peluang kecelakaan dan potensi bahaya yang merupakan bagian dari pekerjaan itu sendiri. Apalagi patut diakui jika hingga saat ini kecelakaan kerja di bidang konstruksi masih menjadi pekerjaan bagi pemerintah.

Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan SMK3 konstruksi antara lain:

  1. Pasal 22, ayat (2) huruf L, Undang- undang RI No.18 tahun 1999
    menyebutkan kontrak kerja konstruksi sekurang-kurangnya harus mencakup Uraian mengenai : perlindungan pekerja, yang memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial.
  2. PP No. 29 tahun 2000 Pasal 17 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Pada salah satu ayatnya menyebutkan bahwa: penyedia jasa dalam pemilihan penyedia jasa berkewajiban untuk menyusun dokumen penawaran yang memuat:
  • rencana dan metode kerja,
  • rencana usulan biaya,
  • tenaga terampil dan tenaga ahli,
  1. rencana dan anggaran Keselamatan dan kesehatan kerja dan peralatan.
    Pasal 30 ayat (1) PP No.29 tahun 2000 menyebutkan bahwa untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, penyelenggara pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang:
  • tempat kerja konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
  • pelaksanaan pekerjaan konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  1. Bersumber dari pasal 27 ayat 2 UUD 1945, terbit beberapa UU dan kemudian PP dan Keputusan Menteri, yang antara lain sebagai berikut. UU Kerja tahun 1951, UU Kecelakaan tahun 1951, PP tentang istirahat bagi pekerja tahun 1954, UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketena-gakerjaan, Per Menaker No. 01/1980 tentang K3 pada Konstruksi Bangunan, SKB Men PU dan Menaker No. 174/Men/1986 – 104/kpts/1986 tentang Keselamatan & Kesehatan Kerja pada
    Tempat Kegiatan Konstruksi, Keputusan Men PU No. 195/kpts/1989 tentang K3 pada tempat konstruksi di lingkungan PU, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja., Surat Edaran Menteri PU Nomor: 03/SE/M/2005 Perihal PenyelenggaraanJasa Konstruksi untuk Instansi Pemerintah tahun 2005. Walaupun telah banyak usaha yang dijalankan, namun Indonesia masih menempati urutan ke lima (terburuk) di kawasan ASEAN setelah Singapura sebagai urutan pertama yang disusul oleh Malaysia, Thailand dan Filipina (Subdit Kesehatan Kerja dan Lingkungan Kerja Depnakertrans, 12/5/05). (to be continued…)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *