Dasar Hukum
- Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945;
- Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851);
- Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3874);
- Intsruksi Presiden Nomor 10 tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2016 dan Tahun 2017;
- Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi oleh Korporasi.
Sejarah ISO 37001
Standar ISO 37001 adalah sistem manajemen anti suap yang dirancang untuk membantu organisasi menetapkan, menerapkan, memelihara dan meningkatkan program kepatuhan anti-suap. Dalam pelaksanaannya, dilakukan penanaman budaya anti suap dalam suatu organisasi dan penerapan kontrol yang sesuai. Hal ini akan meningkatkan peluang mendeteksi penyuapan sejak dini. Selain dikeluarkan oleh badan ISO, standar ini juga diadopsi oleh lembaga IEC sehingga sering dituliskan sebagai ISO/IEC 37001.
Pada mulanya, badan standardisasi nasional di Inggris yaitu BSI (British Standard Instution) menerbitkan Standar nasional yaitu BS 10500: 2011 yang isinya mengenai Sistem Manajemen Anti Penyuapan.
BSI adalah organisasi standardisasi tertua yang ada di dunia, didirikan pada tahun 1901 yang mewakili pemerintah kerajaan Inggris dalam forum pengembangan Standar di tingkat Internasional.
Kemudian BSI membawa standar nasional tersebut, untuk menjadi bahan usulan bagi penyusunan Standar Internasional mengenai Sistem Manajemen Anti Penyuapan. Pada tanggal 14 Oktober 2016, secara resmi lembaga ISO menetapkan standar baru dengan nama ISO 37001: 2016.
Pengembangan ISO 37001 di Indonesia
Lembaga nasional yang berwenang untuk urusan standardisasi di Indonesia adalah BSN (Badan Standardisasi Nasional). BSN menerima perintah berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 10 Tahun 2016 mengenai Percepatan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi. Instruksi tersebut bermula dari keprihatinan Presiden Republik Indonesia terhadap turunnya rating daya saing Indonesia yang dikeluarkan oleh World Economic Forum, yang saat itu menunjukkan penurunan drastis dari posisi 37 ke posisi 41.
Ada 16 faktor yang menjadi penilaian terhadap penurunan indeks dan urutan teratas adalah korupsi, hal ini menjadi bukti bahwa korupsi menjadi ancaman terbesar pada kekalahan daya saing Indonesia di tingkat dunia. Kemudian ada juga laporan penurunan rating di bidang corporate governance yang dikeluarkan oleh Asian Corporate Governance Association pada tahun 2016. Pada laporan tersebut menunjukkan bahwa Indonesia berada di urutan terakhir dari 11 negara.
Penyebab utama adalah karena pemerintah dipandang hanya sebagai nilai etik dan tidak adanya sanksi terhadap pelanggaran kaidah pemerintahan. Sehingga risiko suap tidak dapat dicegah melalui kaidah governance. Penurunan rating juga terjadi pada Index Persepsi Korupsi oleh Transparansi Internasional, dari peringkat 88 menjadi peringkat 90. Laporan-laporan tersebut menguatkan pada perlunya terobosan di luar sistem pemerintahan untuk mengatasi masalah korupsi di Indonesia.
Salah satu caranya adalah dengan mengadopsi sistem standar internasional yang terbaik, standar ISO dipilih sebagai salah satu standar sistem manajemen terbaik yang ada di dunia. Maka kemudian BSN menetapkan standar SNI ISO 37001 sebagai pengembangan standar dan sertifikasi sistem manajemen anti penyuapan untuk negara Indonesia, diadopsi dari standar internasional yaitu ISO 37001. Standar ini dapat digunakan untuk mengakses sistim manajemen anti penyuapan untuk instansi pemerintah, swasta maupun lembaga non-profit lainnya di Indonesia.
Indonesia termasuk salah satu yang terdepan, setelah Singapura dan Peru yang menerapkan standar ini pada April 2017. Negara lain seperti Amerika Serikat sudah mensyaratkan ISO 37001 untuk produk ritel yang akan memasuki pasar AS, lalu Malaysia juga menerapakannya untuk industri-industri yang berisiko tinggi seperti konstruksi.